Masamba, Smartnews – Desa Buntu Terpedo dan Desa Malimbu Kecamatan Sabbang menjadi pilot project program Agroforestry Cocoa Towards Income, Value, and Environmental Sustainability atau ACTIVE.
Program ini merupakan kolaborasi PT Mars Symbioscience kerjasama United States Agency for International Development (USAID) dan Institute for Development Impact (I4DI) serta Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang menjadikan Kabupaten Luwu Utara sebagai satu dari tiga mitra Pemerintah Daerah.
“Besar harapan saya dengan Program ACTIVE dapat mentransformasi praktik kakao saat ini dalam menjawab kebutuhan di masa depan. Ada upaya komprehensif yang dirancang untuk mengatasi hambatan yang umumnya dihadapi oleh petani kakao untuk mencapai pendapatan hidup layak,” kata Bupati Luwu Utara, Indah Putri Indriani saat menyampaikan sambutan pada kegiatan Sosialisasi Program ACTIVE yang digelar di Aula La Galigo Kantor Bupati, Kamis (21/7).
Melalui program ACTIVE, lanjut bupati perempuan pertama di Sulsel ini diharap sinergi semua pemangku kepentingan tidak hanya pemerintah, tapi juga di tingkat petani, industri, universitas, maupun lembaga swadaya masyarakat untuk mempromosikan praktik agroforestri kakao sebagai upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, sekaligus meningkatkan mata pencaharian petani.
Sebab dari data, 47,02% PDRB disumbang dari sektor pertanian yang merupakan sumber penghidupan bagi masyarakat di Kabupaten Luwu Utara. Dari 47,02% tersebut, 22% disumbang subsektor perkebunan termasuk kakao.
“Selain itu tantangan ke depan tidoak hanya dalam hal produksi tapi juga kompleksitas pemasaran, memenuhi permintaan pasar global, serta pelibatan petani ke dalam rantai nilai berkelanjutan dan kemitraan bisnis. Untuk dapat mewujudkannya, tentunya dibutuhkan sinergi dari berbagai pemangku kepentingan untuk mendukung dan berkomitmen dalam upaya mengembalikan kejayaan Kakao di Luwu Utara,” terangnya.
Bupati yang karib disapa IDP ini juga memaparkan, berbagai permasalahan yang menjadi faktor penghambat pengembangan kakao lestari perlu diurai dengan mendengarkan para pelaku kakao di Luwu Utara.
Berbagai hambatan pengembangan yang telah teridentifikasi saat ini antara lain terkait daya dukung lahan yang terus menurun, adanya area kakao yang terdampak banjir, meningkatnya serangan hama penyakit pada kakao, adanya luasan kakao yang sudah tua dan tidak produktif, kurangnya modal petani, terbatasnya keahlian serta adopsi teknologi oleh petani (SDM), keterkaitan hulu-hilir, dan persoalan kelembagaan kakao yang lain.
“Langkah-langkah strategis pemerintah tentunya sudah diambil diantaranya melalui implementasi program dan kegiatan terkait. Namun demikian perlu adanya berbagai penajaman dan inovasi yang perlu diuji dan diidentifikasi pendekatan mana yang paling efektif untuk membantu petani mencapai pendapatan hidup yang berkelanjutan dan mewujudkan ekosistem kakao yang lebih beragam yang bersifat mengatasi penyebab masalah sehingga pada tahapan implementasinya akan lebih mengarah sesuai dengan kebutuhan,” harap IDP.
Sementara itu Direktur Kehutanan dan Sumber Daya Air, Bappenas, Nur Hygiawati Rahayu mengatakan program ACTIVE bukan milik perseorangan, tapi milik dan kolaborasi bersama.
“Bagaimana kita bisa memastikan program ini berjalan dengan baik salah satunya dengan mengenal lebih dalam seperti apa program ACTIVE. Kami di Bappenas juga tentu membuka diri jika ada hal yang ingin ditanyakan untuk segera dikoordinasikan. Sebab program ini adalah kolaborasi dan kita berharap tujuannya bisa tercapai sesuai harapan bersama,” tuturnya.
Senada, Donald dari USAID mengatakan pihaknya sangat senang bermitra dengan pemerintah di tingkat nasional maupun daerah untuk memperkuat ketahanan ekosistem.
Ia memandang workshop atau sosialisasi yang dilaksanakan hari ini sangat penting untuk meningkatkan kolaborasi semua pemangku kepentingan. (*)