HeadlineKALTIM

Keterwakilan Perempuan Masih Minim di DPRD Kutai Timur, Ketua Komisi D Sebut Semua Tergantung Masyarakat

×

Keterwakilan Perempuan Masih Minim di DPRD Kutai Timur, Ketua Komisi D Sebut Semua Tergantung Masyarakat

Sebarkan artikel ini
Ketua Komisi D DPRD Kutim, Yan.

KUTIM – Dunia politik seharusnya tidak asing bagi perempuan. Pasalnya, Pemerintah Indonesia telah membuka keran agar kaum hawa berpartisipasi di panggung politik.

Hanya saja, upaya yang dilakukan Pemerintah itu tidak sejalan dengan hasil di lapangan. Jumlah perempuan di parlemen kadang tak sampai 30 persen dari jumlah kursi DPRD.

Salah satu yang memiliki minimnya legislator perempuan adalah DPRD Kutai Timur. Dalam Parlemen Kutim keterwakilan perempuan jika dibulatkan hanya sebesar 16 persen atau 6 dari 37 kursi parlemen yang ada.

Ketua Komisi D DPRD Kutim, Yan menyebut faktor utama minimnya keterwakilan perempuan tersebut adalah masyarakat. Pasalnya pilihan untuk memilih wakil rakyat ada di tangan masyarakat.

“Kita serahkan ini ke masyarakat, karena kalau dari sisi kepartaian kita sudah mengakomodir 30 persen perempuan. Tetapi masalahnya masyarakat tidak mau memilih dan perempuan juga tidak mau pilih perempuan,” ungkap beberapa waktu lalu.

Yan juga menyinggung, selama ini banyak pihak berpikir dengan banyaknya perwakilan perempuan di DPRD secara langsung dapat menyelesaikan semua masalah yang dialami oleh masyarakat, utamanya perempuan dan anak. Namun hal itu belum tentu benar.

“Jangan kita mengira bahwa ketika DPR nya banyak perempuan, lantas pelanggaran di masyarakat utamanya perempuan dan anak itu akan berkurang, itu saya kira tidak ada jaminan,” ujar dia.

Lebih lanjut, Yan mengungkapkan, pada Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) 2024 lalu pihaknya bahkan kesulitan menemukan perempuan yang berminat untuk maju menjadi wakil rakyat.

“Sakit-sakit kami cari calon perempuan sehingga kita membuka peluang supaya semua orang datang daftar, dan jarang sekali kita mendapat perempuan datang mendaftar sendiri,” bebernya.

Hal ini, kata Yan, lantaran perempuan lebih bisa berpikir rasional untuk mengambil resiko ketimbang laki-laki. “Jadi berdasarkan hasil wawancara kami pada saat penjaringan di Pileg itu rata rata perempuan mengaku tidak mau maju kalau kemungkinan menangnya itu di bawah 60 presen,” jelasnya.

“Nah berbeda kalau laki-laki biar 2 atau 3 persen kemungkinan menangnya, mereka pasti mau daftar,” imbuh dia.

Selain itu, Politisi Gerindra itu menyebut biaya politik yang mahal menjadi salah satu faktor perempuan tidak ingin maju di perhelatan Pileg.

“Yah kita tau bahwa ada biaya politik yang harus disiapkan, dan perempuan itu kadangkala tak maulah membuang uang cuma-cuma apalagi kalau hitungan presentasinya kecil. Mereka pikirnya mending buat keluarga,” terangnya.

Meski begitu, Yan menegaskan bahwa setiap partai politik pasti memiliki metode sendiri untuk mendorong kemauan perempuan untuk turut berpartisipasi.

“Kalau kita di gerindra itu, kita punya sayap perempuan yang memang menaungi perempuan soal bimtek, pelatihan dan kaderisasi,” pungkasnya.

Meskipun begitu, Yan berharap kaum hawa dapat ambil bagian dalam pembangunan Kutai Timur. Meskipun tak berada di jalur politik, Yan berharap, perempuan tetap memberikan kontribusi positif bagi daerah di bidangnya masing-masing. (adv)