Jakarta, Smartnews – Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024, pemerintah membuka opsi penunjukkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) sebagai penjabat kepala daerah.
Opsi tersebut mendapat respon dari berbagai pihak, salah satunya datang dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras). Mereka mengkhawatirkan dwifungsi TNI-Polri yang telah dihapus pascareformasi akan bangkit kembali.
Dilansir dari CNN Indonesia, Wakil Koordinator Kontras, Arif Nur Fikri, merasa khawatir TNI-Polri akan terlalu banyak mencampuri urusan sipil. Menurutnya, hal itu pernah terjadi para era Orde Baru (Orba).
“Salah satu alasan dulu dwifungsi ABRI dihapuskan karena saat itu ABRI itu terlalu sibuk mengurus urusan sipil ketimbang mengurus bagaimana tupoksinya dia yang diamanatkan undang-undang. Jangan sampai ini terulang kembali,” kata Arif, Sabtu 25 September 2021.
Arif menyampaikan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada sudah tegas mengatur penunjukan penjabat kepala daerah. UU Pilkada menyebut penjabat gubernur berasal dari pejabat pimpinan tinggi madya. Adapun penjabat bupati dan wali kota berasal dari pejabat pimpinan tinggi pratama.
Selain itu, Undang-Undang TNI dan Polri juga menegaskan aparat TNI-Polri hanya boleh menduduki jabatan sipil jika telah mengundurkan diri. Pengecualian dibuat bagi prajurit TNI aktif yang bertugas di sejumlah kementerian/lembaga terkait pertahanan.
“Ombudsman juga sudah pernah mengeluarkan laporan terkait rangkap jabatan TNI/Polri. Dari laporan itu, ada indikasi pelanggaran administrasi. Saya harap presiden membaca laporan Ombudsman itu.” Harap Arif.
Mulai tahun 2022, pemerintah akan menunjuk penjabat kepala daerah di 271 daerah. Kebijakan ini merujuk peralihan kepemimpinan menuju Pilkada Serentak 2024.
Undang-undang itu mengatur tidak ada pilkada hingga 2024. Bagi daerah yang masa jabatan kepala daerahnya habis pada 2022 dan 2023 akan dipimpin penjabat kepala daerah.
Kementerian Dalam Negeri membuka opsi penunjukan TNI-Polri untuk menjadi penjabat kepala daerah. Hal itu dilakukan menimbang pengalaman sebelumnya dan kondisi di daerah tertentu.
“Yang paling utama adalah kita memperhatikan aturan. Bagaimana diatur, baik oleh undang-undang, peraturan pemerintah, itu yang kita lakukan terlebih dahulu,” ucap Kapuspen Kemendagri Benni Irwan.
Ia merespons saran sejumlah ahli untuk menghindari penunjukan TNI-Polri sebagai penjabat kepala daerah. (*)
Sumber: CNN Indonesia