Palopo, Smartnews – Polemik pemberhentian 56 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus berlanjut. Terakhir, Novel Baswedan bersama rekan-rekannya bakal direkrut Kepolisian Republik Indonsia (Polri) dengan status ASN Polri.
Sebelumnya, Novel Baswedan dan 55 pegawai KPK dinyatakan tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Buntutnya, Novel Cs yang merupakan penyidik senior di KPK akan diberhentikan sebagai pegawai KPK pada, Kamis 30 September 2021.
Kepala Polri (Kapolri), Jenderal Listyo Sigit telah mengutarakan keinginannya menarik 56 pegawai KPK sebagai ASN di Bareskrim. Keinginan itu kata Listyo juga telah disetujui oleh Presiden Joko Widodo.
Listyo menjelaskan ada tugas-tugas tambahan di Polri bagi pegawai KPK itu terkait dengan upaya pencegahan dan mengawal program penanggulangan Covid-19 serta pemulihan ekonomi nasional (PEN). Oleh sebab itu, ia pun telah menyurati Presiden untuk dapat menyetujui usulan penarikan pegawai tersebut.
Menyikapi rencana perekrutan Novel Cs menjadi ASN Polri, Dosen Fakultas Hukumk Universitas Andi Djemma (Unanda) Palopo, Abdul Rahman Nur, merspon baik rencana tersebut.
“Langkah yang ditempuh Kapolri sudah tepat. Sayang jika orang-orang hebat seperti Novel Baswedan yang telah berpengalaman menangani kasus korupsi tidak diberdayakan,” kata Maman, sapaan akrab Abdul Rahman Nur, Rabu 29 September 2021.
Maman menegaskan, rencana perekrutan Novel Cs oleh Polri sekaligus pukulan bagi lembaga KPK. Pasalnya, disaat KPK menilai 56 anggota KPK ini tidak “Pancasilais”, Polri yang merupakan lembaga negara malah merekrut mereka.
“Jadi kan bisa muncul pertanyaan, sebenarnya siapa yang tidak Pancasilais. Makanya menurut saya, TWK itu hanya salah satu instrumen untuk menyingkirkan orang-orang baik dari KPK,” katanya.
Dirinya juga meminta agar KPK dan lembaga penegak hukum lainnya lebih fokus pada perbaikan organisasi dengan memberdayakan orang-orang yang dinilai memilikli integritas sehingga kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penegak hukum semakin membaik.
Baiknya jika KPK serius mengurusi masalah korupsi, dapat mengoptimalkan penanganan pencegahan dan penindakan kasus korupsi yang sangat banyak belum ditangani dengan baik.
Sebelumnya, anggota Komisi III DPR dari Fraksi PPP, Arsul Sani mendukung langkah Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo menarik 56 pegawai KPK tidak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai ASN Polri.
Meski demikian, Arsul menggarisbawahi bahwa status gagal TWK yang melekat pada puluhan pegawai KPK tersebut bisa jadi perdebatan.
“Langkah Kapolri yang sudah disetujui Presiden untuk merekrut 56 pegawai KPK untuk menjadi ASN Polri perlu dilihat dengan prasangka baik atau husnuzan saja,” kata Arsul dalam keterangannya, Rabu 29 September 2021.
Arsul menilai langkah itu sebagai bentuk penghargaan terhadap Sumber Daya Manusia (SDM) KPK yang terbuang imbas gagal TWK. Ia juga melihat ada sisi kemanusiaan untuk menjaga hak warga negara mendapat pekerjaan layak.
“Namun PPP juga ingin mengingatkan agar langkah Kapolri ini nanti tidak terganjal pada K/L [kementerian atau lembaga] yang mengurusi soal aparatur negara atau kepegawaian,” kata dia.
Arsul menangkap kesan bahwa pegawai tak lolos TWK KPK ini ibarat manusia yang tak bisa diperbaiki wawasan kebangsaannya. Hal itu terlihat dari sikap lembaga negara yang mengurusi peralihan status pegawai KPK menjadi ASN beberapa waktu lalu.
Oleh karena itu, ia mempertanyakan apakah langkah ini menjadi batu sandungan bagi Kapolri atau tidak dalam merekrut pegawai KPK tersebut.
Senada, anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS Nasir Djamil mengaku menyambut baik keinginan Kapolri tersebut. Namun, ia menilai keputusan akhir terhadap tawaran itu harus dikembalikan kepada para pegawai KPK tersebut.
“Polri dan KPK adalah institusi penegak hukum yang memiliki kesamaan dalam hal pemberantasan korupsi,” kata Nasir.
Meski demikian, Nasir berpendapat bahwa suasana kerja di KPK dan Polri tentu berbeda. Namun, Ia menilai tawaran dari Kapolri tersebut seharusnya bisa dipikirkan dengan baik oleh para pegawai KPK yang tak lolos TWK.(tad)