PALOPO, SMARTNEWS – Pandemi Covid yang telah melanda dunia selama satu tahun lebih telah meluluh-lantakkan sektor ekonomi. Indonesia termasuk negara yang belum bisa bangkit dari krisis ekonomi akibat pandemi.
Banyak usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang harus gulung tikar. Tak hanya itu, perusahan-perusahan swasta juga merugi. Tidak sedikit karyawan yang terpaksa harus dirumahkan.
Akibatnya, jumlah pengangguran meningkat. Tak sedikit yang harus banting setir mencari kegiatan lain agar dapat tetap menghidupi keluarga.
Di tengah sulitnya ekonomi masyarakat, Pengamat ekonomi dan kebijakan publik, Afrianto Nurdin, meminta agar pemerintah berfikir dan mencari solusi agar ekonomi masyarakat tidak kian memburuk.
Hal itu diungkapkan Apri, sapaan akrab Aprianto Nuredin, saat menjadi pembicara pada kegiatan reses anggota DPRD Sulsel, Rahmat Kasjim, di Warkop Solata, Kota Palopo, Senin 20 September 2021.
Reses legislator Partai Nasdem ini sekaitan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan melakukan revisi RPJMD No 1 tahun 2019 dengan RPJMD terbaru No 1 tahun 2021. Hal ini sekaitan dengan pandemic covid yang mnengharuskan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan merevisi kebijakan pembangunan dan kemampuan keuangan daerah untuk belanja program.
Revisi ini diharapkan bisa menjawab berbagai permasalahan ekonomi sosial seperti pengangguran, kemiskinan dan pengembangan kawasan ekonomi terpadu di 24 kabupaten di Sulawesi Selatan.
“Perhatian pemerintah selama pandemi sudah cukup baik. Hal ini dapat kita lihat dari banyaknya program-program bantuan yang diberikan kepada masyarakat,” kata Apri.
Tetapi, kata Apri, bantuan-bantuan yang diberikan pemerintah ini sifatnya masih pada penanganan jangka pendek. Sementara untuk pemulihan ekonomi jangka panjang belum begitu maksimal.
Selain program prioritas pemulihan ekonomi jangka panjang, ekonom muda Tana Luwu ini, juga meminta pemerintah memberi perhatian terhadap tingkat pengangguran yang kian tahun kian meningkat, terkhusus selama masa pandemi.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020, jumlah pengangguran Kota Palopo sebesar 10,37 persen. Jumlah ini meningkat dibanding tahun sebelumnya yang hanya 9,67 persen.
Pengangguran yang dimaksud bukan hanya mereka yang murni pencari kerja dalam artian belum pernah bekerja sama sekali. Tetapi mereka yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan harus banting setir membantu orang tua.
Pekerja tak berpenghasilan ini mereka yang terkena PHK kemudian membantu orang tua menjalankan usaha. Ada juga yang memilih membantu orang tua bertani atau berkebun.
Apri menuturkan, mereka ini tidak masuk dalam kategori pengangguran. Tetapi secara ekonomi, tidak berpenghasilan karena tidak menambah penghasilan keluarga. Dengan kata lain, nilai produksi hasil pertanian saat hanya dikelolah orang tua tidak bertambah.
“Misalkan, si A terkena PHK, kemudian dia membantu orang tuanya menggarap sawah. Nilai produksi saat sawah tersebut hanya dikerjakan orang tuanya akan tetap sama ketika sang anak yang terkena PHK membantu menggarap sawah tersebut. Inilah yang saya katakan sebagai pekerja tak berpenghasilan,” katanya.
Jika pemerintah tidak tanggap melihat hal tersebut, maka dapat dipastikan ekonomi masyarakat akan semakin sulit satu hingga dua tahun mendatang. Walaupun pandemi telah berlalu.
Olehnya itu, Apri meminta agar pemerintah memprioritaskan pemberdayaan UMKM dan pembukaan usaha-usaha mikro lainnya agar tercipta lapangan kerja baru yang akan berdampak pada peningkatan ekomo masyarakat.
“Sebaiknya program-program fisik (pembangunan infrasturuktur) yang tidak mendesak agar ditunda dulu. Pemerintah harus fokus pada pemberdayaan dan pembukaan lapangan kerja bagi masyarakat,” katanya.(wd)