KUTIM – Anggota dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) Kutai Timur (Kutim) Jimmi menegaskan perusahaan yang terbukti membuang limbah ke sungai harus disanksi tegas. Sanksi ini sebagai bentuk tanggungjawab mereka lantaran merusak lingkungan dan merugikan masyarakat.
Hal itu dia ungkapkan saat menanggapi isu limbah yang dilaporkan masyarakat. Beberapa waktu lalu Bendahara Poktan Bina Warga, Sudirman, melaporkan sungai tercemar limbah salah satu perusahaan.
Hanya saja, Jimmi menjelaskan untuk menyikapi itu diperlukan penelitian lebih dalam. Selain itu, diperlukan pula pemeriksaan ahli terhadap sungai yang diduga tercemar limbah itu.
Jimmi menjelaskan, hal ini diperlukan agar tidak ada kesalahpahaman diantara masyarakat. Selain itu, juga untuk memperjelas dugaan warga itu.
Untuk itu, dia meminta Dinas Lingkungan Hidup (DLH) melakukan pemeriksaan ke sungai yang diduga telah tercemar limbah.
“Pemerintah kan punya DLH nih. Jadi memang pengawasannya dari pemerintah. Karena yang menentukan itu limbah atau bukan itu dinas terkait setelah dia turun ke lapangan nanti,” ucapnya kepada awak media waktu lalu.
Dia mengatakan bisa saja itu bukan limbah tapi dianggap limbah. Misalnya jika ada hasil tambak yang mati seperti ikan, biasanya masyarakat langsung menuding perusahaan terdekat dengan menyatakan itu adalah dampak limbah.
Padahal hal itu belum tentu limbah. Bisa saja penyebab ikan tambak yang mati karena faktor lain.
Walaupun begitu, dirinya menjamin, bila terbukti ada perusahaan yang membuang limbahnya ke sungai akan diberikan sanksi tegas. Jangankan perusahaan kecil, perusahaan sebesar KPC saja akan disanksi bila terbukti melanggar.
“Jadi masyarakat mungkin bisa saja bilang itu limbah. Misalnya beberapa ekor ikan yang mati sudah disebut sebagai dampak limbah. Belum tentu begitu,” terangnya.
“Jadi kita perlu analisa dari pemerintah. Kalau memang itu limbah, otomatis itu bisa kena denda. KPC aja kemarin itu kena denda, kalau tidak salah 11 miliar terkait dengan pencemaran sungainya,” sambung dia.
Perusahaan lain, kata Jimmi, jika memang ada maka harus diperiksa dulu bukti-bukti di lapangan. “Jadi jelas legal formalnya. Serahkan ke pemerintah aja, ada ahlinya di sana kan. Kalau kita ini kan hanya asumsi, tebal-tebakan tidak berhadiah,” tuturnya.
“Saya tekankan ini bukan berarti kita mengabaikan laporan warga, tapi memang secara teknis kita perlu menyatakan data valid untuk mengatakan itu limbah. Kalau limbah ini kan biasanya ada yang beracun ada yang tidak ya. Yang dikenakan denda itu biasa memang yang mengganggu,” tandasnya. (adv)