Daerah

Potensi Emas di Bumi Sawerigading

3
×

Potensi Emas di Bumi Sawerigading

Sebarkan artikel ini

Kemashalatan ataukah Bencana Bagi Masyarakat?

SEJAK dulu, Tana Luwu dikenal sebagai kawasan, selain memiliki tanah yang subur, juga kaya akan sumber daya alam. Potensi kekayaan alam yang melimpah inilah menjadi modal besar untuk mensejahteraan masyarakat Tana Luwu.

Mulai dari sektor pertanian, kehutanan, perikanan, bahkan kandungan mineral dalam ‘perut ‘ Bumi Sawerigading sangat melimpah. Nikel, timah hitam, emas antara lain mineral yang mengendap dalam ‘perut’ Bumi Sawerigading. Keberadaan PT Vale Sorowako di Luwu Timur membuktikan hal itu. Bahkan, dalam catatan sektor pertambangan nasional disebutkan nikel yang berada di wilayah Luwu Timur itu merupakan yang terbesar kedua di dunia.

Secara nasional, sektor pertambangan Indonesia telah menyumbang sekitar 12% dari nilai ekspor Indonesia dan memberikan kontribusi sekitar 2,8% terhadap pendapatan domestic bruto (PDB). Dan juga industry pertambangan mempekerjaan sekitar 37.787 tenaga kerja orang Indinesia, suatu jumlah yang mungkin tidak sedikit.

Selain nikel, Tana Luwu juga memiliki kandungan emas yang cukup menjanjikan untuk di eksplorasi.. Eksplorasi penambangan emas di Luwu, Sulawesi Selatan ini, sejak 1990 hingga sekarang.

Adalah PT Masmindo Dwi Area (MDA), sebuah perusahaan multinasional yang beroperasi berdasarkan perjanjian kontrak karya generasi ke-7 dengan pemerintah. Kontrak karya ini ditandatangani pada 19 Januari 1998. Berdasarkan keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 171/K/30/DJB/2018 tanggal 16 Januari 2018, MDA juga telah mendapatkan penyesuaian tahap kegiatannya menjadi Tahap Operasi Produksi yang berlaku 16 Januari 2018 hingga 19 Januari 2050.

Sesuai kontrak karya tersebut, wilayah garapan Masmindo terletak di Kecamatan Latimojong dengan luas wilayah konsesisekitar 14.390, dengan target perusahaan menambang setiap tahun 2.5 juta ton bijih kadar rendah selama sembilan tahun.

Tahun pertama perusahaan akan menambang di bagian selatan, target 2,6 juta ton. Tahun kedua 3,49 juta ton. Tahun ketiga sampai tahun kedelapan menambang sesuai kapasitas pabrik pengolahan 3,5 juta ton per tahun. Berdasarkan besaran cadangan, perusahaan merencanakan penambangan di blok Awak Mas adalah sembilan tahun.

Rencana Operasi Tambang

Eksplorasi proyek Awak Mas telah berlangsung sejak 1991 dengan melibatkan sejumlah Tim eksplorasi berskala Internasional seperti Battle Mountain Gold, Lone Star Expaloration, Gascoyne Gold Mines, JCI, Masmindo ining Coorporation,Place Pacific, Vista Gold, hingga yang terakhir Nusantara Resource.

Hasil eksplorasi tersebut menemukan dua wilayah potensi deposit di areal KOntrak Karya tersebut, yakni Awak Mas dan Salubolu, serta beberapa wilayah lain yag memiliki potensi ke depan seperti Tarra.

Saat ini, Masmindo Dwi Area telah memulai rangkaian pembebasan lahan. Pembebasan lahan ini untuk membangun sejumlah fasilitas yang dibutuhkan sebelum memasuku tahap produks. Lahan yang dibebas tersebut terkait kebutuhan areal operasi sekitar 1.440 ha yang meliputi, areal penambangan, pabrik pengolahan, jalan tambang, bengkel, kantor, dan tempat tinggalkaryawan (camp), pengolahan limbah, areal penyimpanan tanah pucuk (top soil), serta fasilitas pendukung lainnya.

“Aktivitas penambangan emas yang dilakukan Masmindo tersebut dengan menggunakan metode terbuka atau (open pit),” ungkap Manager Government Relation PT Masmindo Dwi Area, Wahyu DP Ditto beberapa waktu lalu.

Dampak Lingkungan

Ade Ismatillah Nuad, peneliti Indonesia Institute for Social Research and Development mengatakan, dari sisi lingkungan hidup, pertambangan dianggap merusak dibanding kegiatan-kegiatan eksploitasi sumberdaya alam lainnya. Pertambangan dapat mengubah bentuk bentang alam, merusak dan atau menghilangkan vegetasi, menghasilkan limbah tailing, maupun batuan limbah, serta menguras air tanah dan air permukaan. Jika tidak direhabilitasi, lahan-lahan bekas pertambangan akan membentuk kubangan raksasa dan hamparan tanah gersang yang bersifat asam.

Apalagi seiring isu dalam dunia pertambangan di Indonesia mengenai pentingnya peningkatan nilai tambah bagi sektor pertambangan. Apalagi dengan deras setelah terbitnya Undang-Undang No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba). Maka untuk menyeimbangkan isu peningkatan nilai itu, penting juga isu pertambangan yang harmonis dan tidak merusak lingkungan di sisi lain soal pelestarian lingkungan untuk dikembangkan dan diimplementasikan oleh para pelaku industri ini.

Isu pertambahan nilai itu misalnya dalam Pasal 102 UU Minerba ini yang mengamanatkan bahwa: “Pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) wajib meningkatkan nilai tambah sumberdaya mineral dan/atau batubara pelaksanaan penambangan, pengelolaan, dan pemurnian, serta pemanfaatan mineral dan batubara.”

Atau dalam Pasal 103 ayat (1) UU Minerba tersebut juga tertulis bahwa: “Pemegang IUP dan IUPK operasi produksi wajib melakukan pengelolaan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri.” Pasal 170 UU yang sama menambahkan bahwa: “Pemegang Kontrak Karya sebagaimana dimaksud Pasal 169 yang sudah berproduksi wajib melakukan pemurnian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (1) selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak undang-undang ini diundangkan.”

Sangat dipahami bahwa mengolah bahan-bahan tambang di dalam negeri akan memberikan nilai tambah bagi percepatan kemajuan bangsa dan negara. Karena dengan adanya industri pengolahan di dalam negeri, industri mineral dan industri pengolahan peningkatan kualitas batubara (upgrading brown coal) akan dapat menciptakan begitu banyak lapangan kerja, objek pajak baru, dan berkurangnya ketergantungan industri di dalam negeri terhadap bahan-bahan impor.

Sehingga ketahanan ekonomi nasional secara keseluruhan akan meningkat. Tetapi perlu diwaspadai bahwa pendirian industri-industri itu akan berimplikasi pada lingkungan. Sehingga sangat penting Teknik Pertambangan membuat suatu rekayasa yang melibatkan praktik, teori, Ilmu Alam, teknologi dan terapannya dalam usaha mengambil dan memeroses sumber daya alam (SDA) bagi kesejahteraan manusia, dengan tetap peduli pada lingkungan. Disiplin ilmu pertambangan ini, secara garis besar dapat dikelompokkan dalam dua kegiatan yang berbeda, yakni aktivitas eksplorasi dan aktivitas eksploitasi.

Kegiatan eksplorasi berhubungan dengan cara-cara menemukan dan menganalisis kelayakan tambang. Sedangkan aktivitas eksploitasi adalah tahap lanjutan setelah sumber daya pertambangan dinilai layak secara ekonomis dan lingkungan untuk dimanfaatkan. Kegiatan ini meliputi penentuan teknik penggalian, perencanaan, pengolahan dan pengontrolannya.

Ade Ismatillah Nuad, peneliti Indonesia Institute for Social Research and Development mengungkapkan, kebijakan dan fakta tersebut diatas jika tidak diikuti dengan upaya-upaya menyeluruh dari berbagai kalangan akan berakibat fatal dalam jangka panjang. Konstelasi keilmuan yang diharapkan akan terbentuk dalam program studi tersebut adalah penguasaan secara komprehensif berbagai aspek dan teknik kegiatan eksplorasi dan eksploitasi pertambangan masa kini, termasuk implikasi kegiatan-kegiatan pertambangan itu terhadap lingkungan sekitarnya.

Pertambangan berbasis ramah lingkungan adalah pertambangan yang dengan teknologi dan ilmu rekayasanya dapat menekan sekecil mungkin polusi udara, tanah dan air, dan juga limbah beracun di mana operasi pertambangan itu sendiri, dirancang dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga para pekerjanya selalu dalam keadaan yang aman.

MDA yang telah memperoleh izin lingkungan yang diterbitkan Gubernur Sulsel pada 17 Oktober 2019 berdasarkan dokumen AMDAL dengan luas wilayah studi2.500 hga. Tahapan penerbitan izin lingkungan ini dilakukan MDA sesuai dengan aturan perundang-undangan dengan melibatkan Komisi AMDAL Sulsel, pihak pemerintah setempat, serta tokoh adat dan tokoh masyarakat.

Berdasarkan izin lingkungan inilah pihak MDA dalama melakukan proses pengilahan biji emas nantinya, dilakukan dengan metode sianidanisasi yang telatif aman dan ramah lngkungan. Tambang MDA tidak menggunakan merkuri dan bahan kimia berbahaya lainnya dalam proses pengolahannya. “Penanganan limbah cair sisa olahan pabrik pengolahan akan ditemoatkan di Dam Tailing yang telah dikaji baik secara kestabilan areal (aspek geoteknik), lingkungan dan social,” kata Wahyu Ditto lagi.

Untuk mendapatkan izin produksi,kata Wahyu, pihaknya akan memenuhi persyaratan yang nantinya akan diajukan kepada Pemerintah segera setelah proses pembebasan lahan atau kompensasi lahan dituntaskan.

Dengan demikian akankan, potensi emas yang berada dalam kandungan ‘perut’ Bumi Sawerigading yang sedang diharap PT Masmindo Dwi Area itu menjadi berkah bagi masyarakat Luwu dan sekitarnya? Ataukah justru menjadi awal munculnya bencana bagi masyarakat sekitar kawasan pertambangan.

Semuanya berpulang kepada masyarakat, pemerintah dan Masmindo sebagai pemilik kontrak karya. Harus terbangun komunikasi aktif dari ketiganya. Paling tidak, komitmen untuk meminimalkan kerusakan lingkungan sebagai dampak dari aktivitas penambangan menjadi tanggung jawab bersama. (Ahyar Amir)