Penulis: Muhammad Rafly Setiawan (Ketua Umum PMII Kota Palopo 2020-2021)
SEKITAR pukul 13.30 Wita, saya (Staf HP2H Panwaslu Kecamatan Wara Utara) mendampingi Panwaslu Kecamatan Wara Utara melakukan Verifikasi Faktual terkait keanggotaan partai politik yang dilakukan oleh KPU Kota Palopo. Kami menyambangi Kelurahan Pattene’ untuk melakukan verifikasi faktual. Pencarian pun dilakukan demi mendapatkan orang yang dimaksudkan yang masuk dalam keanggotaan partai politik.
Dari rumah ke rumah, warung makan dan campuran kami tempati untuk bertanya agar tidak salah alamat. Bagaimana tidak, beberapa orang yang hendak dilakukan verifikasi faktual alamatnya kurang lengkap. Bahkan ternyata, beberapa diantaranya menggunakan alamat lama yang belum diperbaharui oleh sistem. Oleh karena itu, kadang menemui hambatan dalam proses pencarian keanggotaan partai politik.
Kendati demikian, verifikasi faktual tetap dilakukan tanpa mengenal medan maupun hambatan yang didapatkan. Kebetulan, kelurahan Pattene’ sebagian terdapat daerah tanjakan yang tidak memungkinkan untuk kendaraan melintas. Namun, dengan semangat yang tinggi demi negara dan suksesnya Pemilu pada tahun 2024 tetap dilakoni.
Ada satu peristiwa ironi pada saat kami melakukan verifikasi faktual. Kami mencoba menyisir sekitaran gang (lorong) yang lumayan sempit dan tanjakannya yang luar biasa sehingga nekat untuk melaluinya. Tetapi apa daya, pada saat berada di tanjakan, salah satu motor berhenti dan tak mampu untuk melaju. Maka dibantulah oleh rekan yang turun bersama, namun ketika berbelok arah kembali ke penurunan lantaran menemui jalan buntu dan juga bukan alamat orang yang dicari, pada saat penurunan rekan yang menolong tadi terjatuh saat penurunan bersama kendaraannya. Apesnya jalan tersebut sangat licin disebabkan lumut yang tebal tumbuh. Terpental dan terguling rekan kami dan juga motornya, alhasil menyebabkan luka sampai mengalami keseleo di bagian tangan.
Setelah terjatuh, orang-orang yang di bawah jalan pendakian tersebut turut naik untuk membantu mengangkat kendaraan dan menurunkannya. Memang jalan itu (kata seorang Ibu-Ibu yang spontan keluar dari rumahnya) tidak dilalui kendaraan, karena amat curam dan sangat licin. Bahwa ternyata, orang-orang yang tinggal disekitaran situ juga tidak pernah mau menaikkan kendaraannya di atas, ditambah lagi jalan tersebut merupakan jalan buntu.
“Demi tugas negara dan kewajiban sebagai penyelenggara”, ucap rekan kami. Meski ada kejadian tersebut, kami tetap melanjutkan verifikasi faktual keanggotaan partai politik sampai dikumandangkannya Adzan Maghrib.
Betapapun beragam karakter masyarakat yang ditemui namun tidak menyurutkan semangat kami untuk menyambut Pemilu tahun 2024. Terdapat pula keanehan juga pada salah satu rumah yang kami sambangi untuk dilakukannya verifikasi faktual. Dimana seorang Ibu (istri) keluar, karena suaminya terdaftar dalam salah satu keanggotaan partai politik. Namun kehadiran kami sangat-sangat tidak diinginkan. Bahkan perlakuannya kepada kami, sangat kurang pantas dengan nada yang cukup keras. Alhasil sesuai fungsi dan tugas, memberikan penjelasan kemudian berlalu meninggalkan rumah tersebut lantaran suaminya tidak mau diverifikasi. “Saya sama Bapak tidak pernah urus-urus partai. Apaan ini, yang jelas kami tidak pernah terlibat, data kami hanya diambil”, ungkap Ibu tersebut seraya menutup pagar kediamannya.
Walaupun demikian, dengan semangat dan tanggung jawab yang dipikul berupaya agar tetap berlapang dada dengan perlakuan-perlakuan tersebut. Satu hal yang pasti bahwa tahapan telah bergulir, mau tidak mau, suksesi akan segera diselenggarakan. Oleh sebab itu, untuk menghindari terjadinya miss komunikasi, alangkah bijaknya menempatkan diri sebisa mungkin.
Dari kejadian-kejadian tersebut, dapat diaminkan bahwa tugas penyelengara serta pengawasan merupakan tugas mulia. Karena terlibat langsung (partisipasi aktif) dalam proses-proses demokrasi dan kepemiluan di Negara Indonesia. Tak banyak yang dapat mengemban tugas demikian dengan beragam suka dan duka yang dilakoni.
Saya mendapati bahwa proses pemilu tahun 2024 penyelengara begitu siap menghadapinya dengan memberi bekal, pelatihan, dan pemahaman yang komprehensif kepada jajaran di grass root. Namun apa daya, bahwa ketidaksiapan dan simpang siur identitas keanggotaan partai politik tetap ditemui. Bahkan tanpa sepengatetahuan orang tersebut, namanya dicatut dalam keanggotaan partai politik.
Hal demikian harusnya menjadi pembelajaran kepada Partai Politik untuk melakukan evaluasi internal. Bukan hanya sebagai peserta Pemilu lalu kemudian menggenapi anggota partainya tanpa ada persetujuan orang tersebut. Ini menandakan bahwa proses demokrasi dan kepemiluan Indonesia sementara berbenah dan tetap berkelanjutan agar tercipta demokrasi yang berkualitas nan berintegritas.