SMARTNEWS.CO.ID – Perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat telah merubah lanskap kehidupan manusia, termasuk dalam bidang pendidikan. Mengutip dari jurnaledukasikemenag.id, pendidikan agama, yang selama ini dianggap sebagai bidang yang tradisional, juga perlu beradaptasi dengan perkembangan zaman. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengembangkan kurikulum pendidikan agama yang responsif terhadap perkembangan teknologi informasi.
Mengapa Kurikulum Pendidikan Agama Perlu Berubah?
- Akses informasi yang mudah: Siswa saat ini memiliki akses yang mudah terhadap berbagai informasi, termasuk informasi tentang agama, melalui internet. Kurikulum yang statis tidak akan mampu memenuhi kebutuhan siswa akan pengetahuan yang up-to-date.
- Perubahan minat belajar: Minat belajar siswa saat ini cenderung lebih visual dan interaktif. Kurikulum yang konvensional yang terlalu banyak bergantung pada ceramah dan hafalan mungkin akan kurang menarik bagi siswa.
- Tantangan radikalisme: Penggunaan teknologi oleh kelompok radikal untuk menyebarkan paham ekstremisme menjadi ancaman serius. Pendidikan agama yang relevan dengan zaman dapat menjadi benteng pertahanan terhadap radikalisme.
Pengembangan Kurikulum yang Responsif
Untuk mengembangkan kurikulum pendidikan agama yang responsif terhadap perkembangan teknologi informasi, beberapa hal yang perlu diperhatikan menurut Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan adalah:
- Integrasi teknologi: Teknologi dapat digunakan sebagai alat bantu pembelajaran yang efektif. Misalnya, penggunaan video, animasi, dan simulasi untuk menjelaskan konsep-konsep agama yang abstrak.
- Pengembangan literasi digital: Siswa perlu diajarkan untuk menyaring informasi yang ada di internet, membedakan informasi yang benar dan salah, serta menggunakan teknologi secara bijak.
- Pembelajaran berbasis proyek: Siswa diajak untuk membuat proyek-proyek yang berkaitan dengan materi agama. Proyek ini dapat dilakukan secara individu atau kelompok, dan dapat memanfaatkan berbagai teknologi seperti aplikasi, website, atau media sosial.
- Pembelajaran kolaboratif: Pembelajaran dilakukan secara kolaboratif dengan menggunakan platform online seperti forum diskusi atau Google Classroom. Hal ini memungkinkan siswa untuk berinteraksi dengan teman sebaya dan guru dari berbagai tempat.
- Penilaian yang autentik: Penilaian tidak hanya berfokus pada hafalan, tetapi juga pada kemampuan siswa dalam menganalisis, menyintesis, dan mengevaluasi informasi.
Contoh Implementasi Kurikulum yang Responsif
- Pembuatan video animasi: Guru dapat membuat video animasi yang menjelaskan kisah-kisah para nabi atau sejarah perkembangan agama.
- Pengembangan game edukasi: Game edukasi dapat digunakan untuk melatih siswa dalam menghafal doa, surat pendek, atau istilah-istilah agama.
- Pembuatan blog atau vlog: Siswa dapat membuat blog atau vlog untuk berbagi pengetahuan tentang agama dengan teman-temannya.
- Diskusi online: Guru dapat memfasilitasi diskusi online melalui forum atau grup media sosial untuk membahas isu-isu keagamaan yang relevan.
Tantangan dan Solusi
- Kurangnya infrastruktur: Tidak semua sekolah memiliki akses internet yang memadai dan perangkat teknologi yang cukup.
- Kurangnya kompetensi guru: Tidak semua guru memiliki kompetensi dalam menggunakan teknologi untuk pembelajaran.
- Kurangnya materi ajar yang digital: Materi ajar yang tersedia dalam bentuk digital masih terbatas.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, diperlukan kerjasama antara pemerintah, sekolah, guru, dan masyarakat. Pemerintah perlu menyediakan infrastruktur yang memadai, sekolah perlu mengalokasikan anggaran untuk pengembangan teknologi, guru perlu diberikan pelatihan, dan masyarakat perlu mendukung upaya pengembangan kurikulum yang responsif.
Kesimpulan
Pengembangan kurikulum pendidikan agama yang responsif terhadap perkembangan teknologi informasi merupakan keharusan. Dengan mengintegrasikan teknologi dalam pembelajaran, pendidikan agama akan menjadi lebih menarik, relevan, dan mampu menjawab tantangan zaman. (*/dirman)