Kendati demikian, menciptakan ruang aman merupakan upaya meminimalisasi kejahatan demikian. Misalnya, orang tua dan tenaga pendidik lebih menuntun dan mengajarkan keteladanan. Karena, rata-rata kasus kejahatan yang ditemui dalam dunia pendidikan seperti ini, disebabkan oleh kurangnya keteladanan yang diberikan kepada anak maupun peserta didik, sehingga menimbulkan hal-hal yang tidak sepatutnya dicontohi anak maupun peserta didik.
Pentingnya keteladanan sebagai pondasi dalam menciptakan ruang aman, entah itu orang tua maupun tenaga pendidik, merupakan suatu keharusan. Jika tidak, mustahil ruang aman dapat diciptakan.
Membentuk Pendidikan Inklusif
Akhir-akhir ini, pendidikan terkesan eksklusif terhadap aspek kehidupan lainnya, seperti kurangnya kepekaan terhadap orang lain, sosial-kemasyarakatan, dan pendidikan tidak memotivasi untuk berkontribusi terhadap negara. Dikarenakan sekolah dan perguruan tinggi membatasi perannya untuk terlibat hal demikian.
Apabila bercermin dengan kondisi kekinian, pembaharuan kurikulum sangat perlu dilakukan dengan mempertimbangkan kelemahan kurikulum sebelumnya. Dimana kurikulum baru nantinya, lebih mengedepankan prinsip kemanusiaan dan memanusiakan manusia. Karena dengan hal ini, dapat mengaktivasi pembentukan peserta didik yang lebih rasional, manusiawi, dan peka terhadap kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dari ketiga faktor di atas, penting dilakukan segera mungkin, setidak-tidaknya dalam satu tahun kedepan, sehingga pada momentum Hari Pendidikan Nasional 2023 ini tidak hanya sekedar slogan semata. Untuk itu, memberi makna terhadap pendidikan Indonesia kali ini, dengan keterlibatan dan partisipasi semua kalangan untuk berperan mencerdaskan kehidupan bangsa dapat diwujudkan.
Terakhir, mengutip dan memodifikasi adagium dari Mahbub Djunaidi, Ketua Umum PMII Pertama, yakni “tanamkan ke kepala anak-anakmu bahwa hak asasi sama pentingnya dengan sesuap nasi, termasuk hak mendapatkan pendidikan”. Selamat Hari Pendidikan Nasional. (*)